Senin, 09 Oktober 2017

Wisata ke Bawean

Wisata ke Bawean
           
        Mungkin banyak orang yang belum tahu, dimanakah letak Pulau Bawean? Pulau Bawean terletak sebelah utara Pulau Jawa, sekitar 150km utara Pulau Jawa. Termasuk kedalam wilayah administratif Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Memiliki luas sekitar 1500km persegi. Dibagi menjadi dua kecamatan, Sangkapura dan Tambak. Berpenduduk sekitar 32.000 jiwa. Orang Bawean terkenal sebagai perantau. Pulau ini sangat terkenal di negara Malaysia dan Singapura, karena banyak warga pulau ini yang bekerja di negara-negara tersebut. Bahkan, beberapa ada yang sudah menetap, tinggal, dan beranak-pinak di negara-negara tadi. Orang Bawean tidak mau disebut Orang Madura, padahal bahasa mereka 90% identik. Mereka juga enggan disebut Orang Jawa, padahal letaknya sangat dekat dengan Pulau Jawa. Mereka memiliki identitas sendiri, sebagai Orang Bawean. Penduduk Bawean 100% beragama islam dan sangat taat, maka tak heran kita akan banyak melihat masjid di seluruh penjuru pulau.
          Pulau Bawean memiliki alam yang sangat indah, alami dan masih jarang tersentuh. Sayangnya, sektor pariwisatanya belum begitu berkembang. Padahal, objek wisata yang berada di pulau ini bisa dibilang cukup lengkap untuk seukuran pulau kecil, dari mulai pantai, dasar laut, danau, air panas, air terjun, fauna khas, hingga wisata budaya, semuanya ada disini !
             Saya pernah mengunjungi pulau ini pada 14 Juli 2017 yang lalu. Dengan mengikuti sebuah Open Trip yang diadakan oleh seorang warga Gresik. Saya berangkat sendirian dari Malang, setelah sebelumnya berhasil menaklukkan Gunung Semeru dan sempat menginap sejenak di sebuah hotel di Malang selama 2 hari. 3 peserta Open Trip lain yang tidak saya kenal sebelumnya sepakat untuk bertemu di Meeting Point Pelabuhan Gresik pukul 8 pagi. Saya sendiri adalah warga Jakarta yang masih buta dengan transportasi di Jawa Timur, terpaksa memberanikan diri untuk “ngebolang” dan nanya sana sini. Dari Hotel, pagi-pagi buta, sekitar pukul 4, saya sudah berangkat dari hotel di bilangan stasiun menuju ke Terminal Arjosari. Kemudian menaiki bus eksekutif trayek Malang – Surabaya dengan harga tiket 25.000 dan jarak tempuh 1,5 jam. Dari Terminal Bungurasih, saya menaiki bus kota P1 tujuan Terminal Osowilangun dengan tarif 8000 rupiah dan jarak tempuh sekitar 1 jam. Setelah sampai di Terminal Wilangon, saya melanjutkan perjalanan dengan menaiki sebuah angkot berwarna biru telor asin dengan tujuan Pelabuhan Gresik, dengan tarif 8000 rupiah dan jarak tempuh sekitar 40 menit. Angkot menurunkan saya didepan gerbang pelabuhan, dan tinggal jalan sedikit kedalam pelabuhan.
Saya tiba di Pelabuhan Gresik pukul 07:40, dan disana telah menunggu anggota Open Trip yang lain. Sang empunya Open Trip tidak bisa menemani kami, dan nantinya akan ada seorang tour guide yang akan menemani kami selama berwisata di Bawean. Sebenarnya kapal berangkat pukul 10:00, namun diminta untuk datang lebih cepat. Mendekati pukul 10:00, kami pun segera check in menuju ruang tunggu, dan masuk ke kapal.
Suasana di Pelabuhan Gresik
Sebenarnya untuk mencapai pulau ini, bisa lewat jalur laut dan udara. Terdapat kapal ferry maupun kapal cepat yang melayani trayek menuju pulau ini. Untuk jalur laut, terdapat 3 buah kapal yang melayani, namun tidak beroperasi setiap hari. Beberapa diantaranya adalah:

1.Kapal Cepat Ekspress Bahari
Keberangkatan setiap pukul 09:00 pagi, waktu tempuh 3,5 – 4 jam
Trayek Gresik – Bawean (Selasa, Kamis, Minggu)
Trayek Bawean – Gresik (Sabtu, Senin, Rabu)
Harga tiket :
-          Ekonomi : Rp 132.500
-          Eksekutif : Rp 146.500
-          VIP            : Rp 162.500

2. Kapal Cepat Natuna Ekspress
Berangkat setiap pukul 09:00, waktu tempuh sekitar 4 – 5 jam
Trayek Gresik – Bawean (Senin, Rabu, Sabtu)
Trayek Bawean – Gresik (Selasa, Kamis, Minggu)
Harga tiket :
-          Ekonomi : Rp 132.500
-          Eksekutif : Rp 146.500
-          VIP            : Rp 162.500

3. Kapal Ferry Gili Iyang
Waktu tempuh sekitar 8-10 jam
Gresik – Bawean: Jumat pukul 21:00
Bawean – Gresik : Jumat pukul 09:00
Paciran – Bawean: Rabu dan Minggu pukul 21:00
Bawean – Paciran : Sabtu dan Senin pukul 21:00
Harga tiket :
-          Dewasa     : Rp 76.000
-          Anak-anak : Rp 59.000

Untuk jalur udara, hanya terdapat satu maskapai yang melayani penerbangan ke pulau ini dari Bandar Udara Juanda di Surabaya menuju Bandar Udara Harun Thohir di Tambak, Bawean dan juga tidak beroperasi setiap hari, hanya beroperasi tiga kali seminggu. Penerbangannya pun hanya menempuh waktu 45 menit.
Jadwal penerbangan :
-          Selasa :
Surabaya – Bawean (09:25 – 10:10)
Bawean – Surabaya  (10:55 – 11:40)
-          Rabu   :
Surabaya – Bawean (09:55 – 10:40)
Bawean – Surabaya (11:25 – 12:10)
-          Kamis :
Surabaya – Bawean (09:25 – 10:10)
Bawean – Surabaya (10:55 – 11:40)
Harga tiket :   
-          Surabaya-Bawean : Rp 339.200
-          Bawean-Surabaya : Rp 264.200

            Saya sendiri waktu berangkat menaiki kapal cepat Ekspress Bahari dari Pelabuhan Gresik, berangkat dari Gresik pukul 10:00 dan tiba di Bawean pukul 13:30 (3,5 jam perjalanan laut). Setibanya di Dermaga Pelabuhan Bawean, kami langsung disambut oleh Tour Guide, yang juga telah menyediakan sepeda motor sewaan untuk kami pakai berkeliling pulau. Setelah itu, kami check-in sejenak di hotel yang letaknya sangat dekat dengan dermaga untuk makan dan menaruh barang. Hotel ini termasuk biasa saja, hanya kamar dengan kipas angin, serta sebuah TV dan kamar mandi yang digunakan bersama, tarifnya pun cukup murah, hanya 85 ribu untuk semalam menginap.
Selamat Datang di Pulau Bawean

            Setelah selesai, kami lansung bergegas menuju ke Penangkaran Rusa Bawean (Axiis kuhlii). Letaknya sekitar 15 menit bermotor dari penginapan kami. Jalanan di Bawean tidak beraspal, namun bentuknya kon-blok dan sempit, hanya cukup dilewati oleh satu mobil atau dua motor. Penangkaran rusa bawean ini dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Kabupaten Gresik. Terdapat beberapa rusa, sekitar 30 ekor yang ditangkarkan didalam sebuah kandang yang cukup besar. Kamipun sempat memberi makan rusa dengan rumput segar. Rusa Bawean (Axis kuhlii) merupakan hewan endemik yang berasal dari Pulau Bawean. Pulau Bawean sendiri letaknya di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Jenis rusa ini merupakan rusa yang populasinya semakin langka dan terancam kepunahan. Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan rusa jenis lainnya.
Rusa Bawean  mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa ini mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan. Selain itu, ciri lain dari rusa ini adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Rusa ini mempunyai kecepatan berlari yang sangat cepat dan cerdik. Pada akhir 2008, peneliti LIPI menyebutkan jumlah populasi Rusa Bawean yang berkisar 400-600 ekor.  IUCN mengatakan hewan endemik yang mulai langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat asli. Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean dikarenakan berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan jati yang memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber makanan. Oleh karena itu rusa ini dikategorikan oleh IUCN Red List sebagai hewan yang kritis atau CR (Critiscally Endangered) dan CITES juga mengkategorikan hewan ini pada kategori Appendix I. Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean.
Axiis kuhlii
          

Sekumpulan Rusa Bawean 
        Setelah puas bercengkrama dan memberi makan rusa, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai Tanjung Ge’eng. Untuk mencapai pantai ini, kita harus melanjutkan perjalanan dengan trekking menyusuri pantai dan semak belukar sekitar 20 menit, karena motor tidak bisa masuk kedalam. Dalam perjalanan, kami melewati Pantai Sumur-sumur. Dinamakan pantai sumur-sumur, karena di dekat pantai ini terdapat beberapa buah sumur dan air tawar yang mengalir, yang kerap dimanfaatkan oleh warga sekitar. Setelah sampai di Pantai Tanjung Ge’eng, kami melihat sebuah batu karang besar berwarna hitam yang tajam. Pantai ini terletak di Timur Laut Pulau Bawean. Memang, pantai ini merupakan sebuah pantai berbatu, yang pemandangannya tak kalah dengan Nusa Penida di Bali. Bebatuan karang yang menghampar, dengan beberapa lubang yang memungkinkan kita untuk melihat laut yang ada dibawahnya. Saat sunset, matahari akan terlihat jelas tertelan lautan. Namun kami memutuskan untuk tidak hunting sunset ditempat ini, karena jika hari sudah gelap, trek yang dilalui saat pulang akan semakin sulit.
Pantai Sumur-sumur

Pantai Tanjung Ge'eng

        Dari Pantai Tanjung Ge’eng, kami menyempatkan diri untuk mampir ke Pantai Makam Panjang. Dinamakan pantai makam panjang karena, didekat pantai ini terdapat sebuah makam yang berukuran sangat panjang, sekitar 3 meter. Kami memutuskan untuk hunting sunset di pantai ini, dan hasilnya lumayan bagus. Setelah itu, kami pun kembali ke penginapan untuk beristirahat.
Sunset di Pantai Makam Panjang
Hari kedua di Bawean, kami bangun pukul 8 dan melanjutkan petualangan kami di Bawean. Hari ini kami akan pergi ke Pulau Gili Noko dan Noko Gili untuk menikmati indahnya pantai pasir putih perawan dan snorkelling. Kami pun menuju ke dermaga kecil tempat penyeberangan ke Pulau Gili, dan menyeberang dengan menyarter sebuah kapal nelayan. Dari Pulau Bawenan ke Pulau Gili memakan waktu sekitar 30 menit. Tiba di Pulau Gili, terdapat sebuah jembatan apung di dermaga, yang menjadi ikon dari pulau ini. Di Pulu Gili ini kami mempersiapkan peralatan untuk snorkelling. Setelah semuanya siap, kami pun berangkat ke spot snorkelling yang terletak tidak jauh Pulau Gili. Terumbu karangnya sangat indah dan masih sangat alami. Namun terumbu karangnya didominasi oleh koral yang keras, tidak ada koral lunak atau anemone yang menjadi habitat Ikan Nemo di perairan ini. Meskipun begitu tetap indah dan mempesona. Sayangnya diantara kami tidak ada yang membawa action cam, sehingga tidak sempat mengabadikan keindahan terumbu karangnya.
Pulau Gili Noko


Jembatan Apung Gili Noko


Setelah bersnorkelling ria, kami melanjutkan perjalanan ke Gili Noko. Noko artinya pulau pasir. Gili Noko berarti sebuah pulau pasir yang berada di dekat Pulau Gili. Gili Noko merupakan spot yang wajib dikunjungi jika kita berwisata ke Bawean. Pasir putih pantainya sangat lembut, gradasi air yang laut yang sangat indah semakin menambah pesona pulau ini. Ditambah lagi saat kami datang, hanya ada kami sebagai pengunjung. Serasa punya private island !!! Jika dilihat dari atas, pulau ini terlihat berbentuk lonjong memanjang, dan akan lebih terlihat saat air laut sedang surut.

Lautan biru

Private Island (Noko Gili)
Puas bermain air laut, kami pun memutuskan untuk kembali ke Pulau Bawean untuk membilas tubuh kami. Kami akhirnya pergi air terjun untuk mencari yang seger-seger, hehe. Air Terjun Laccar menjadi destinasi kami yang berikutnya. Air terjun ini juga harus ditempuh dengan trekking selama sekitar 15 menit. Air terjun Laccar merupakan air terjun tertinggi di Pulau Bawean, dengan tinggi mencapai 30 meter. Debit airnya tergantung dengan musim, jika sedang musim hujan maka debit airnya akan semakin deras, jika sedang musim kemarau maka debit airnya akan semakin sedikit. Kami pun bermain-main di air terjun tersebut sembari membilas tubuh kami dari asinnya air laut.
Air Terjun Laccar

Dari Air Terjun Laccar, kami melanjutkan perjalanan menuju Hutan Mangrove. Konon katanya, hutan mangrove ini sedang booming di kalangan anak-anak muda dan warga Bawean. Banyak yang sengaja datang kesini dengan membawa makanan kecil untuk berpiknik. Hutan mangrove ini merupakan satu-satunya objek wisata di Bawean yang dikenakan tiket masuk (itupun Cuma 3000 rupiah), sedangkan yang lain gratis tis tis. Sekilas, hutan mangrove ini terlihat seperti yang ada di Pantai Indah Kapuk (PIK) Jakarta, yang sudah terkelola dan tertata dengan baik. Banyak juga dekorasi-dekorasi berupa papan-papan tulisan yang unik. Hutan mangrove ini juga menyediakan bibit mangrove bagi siapapun yang ingin mengadopsi pohon mangrove.
Wisata Hutan Mangrove yang sudah tertata rapi
Berikutnya kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Selayar. Pantai ini terletak di sebelah tenggara pulau Bawean.  Dinamakan Pantai Selayar karena letaknya berada persis di seberang Pulau Selayar (bukan pulau Selayar yang di Sulawesi Selatan ya, hehe). Kita bis menyeberang dari Pantai Selayar menuju ke Pulau Selayar dengan berjalan kaki saat air laut sedang surut. Kebetulan saat itu hari sudah sore, air laut pun surut dan kami bisa mencoba menyebrang. Terlihat juga warga yang tengah mengumpulkan kerang laut saat air surut. Setelah itu, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat. Malam harinya, kami memutuskan untuk mencari makan di Alun-Alun Bawean. Memang alun-alun tersebut tidak seramai di Pulau Jawa, namun saat kami datang sedang ada rombongan arak-arakan  pengantin.
Pantai Selayar, dan Pulau Selayar diseberangnya

Hari ketiga di Bawean, kami mencoba mengeksplor sisi lain dari Pulau Bawean. Jika kemarin hanya mengeksplor sisi sebelah selatan Pulau Bawean (Kecamatan Sangkapura), kali ini kita akan mengeksplor sisi sebelah utara Pulau Bawean. Pertama-tama, kami menuju ke Pantai Ria. Pantai ini merupakan pantai nelayan tempat kapal nelayan bersandar. Ombaknya tenang karena terletak di teluk, namun didominasi oleh batuaan halus. Pantai ini sudah bisa terlihat dari atas bukit dekat jalan raya.
View Pantai Ria dari kejauhan


Pantai Ria dengan kapal nelayan dan lautnya yang jernih


Selepas itu, kami sempat mengunjungi sebuah tanah lapang yang berhadapan langsung dengan laut, tempat biasanya MUI melaksanakan pemantauan hilal. Dari tempat itu terlihat view pantai dan kapal-kapal yang berlalu-lalang di perairan Bawean. Didekat tempat itu, terdapat sederet fondasi yang terlihat seperti bekas fondasi candi. Tour Guide kami percaya bahwa fondasi ini memang benar-benar bekas sebuah candi, dan dahulu pernah terdapat kerajaan di Pulau Bawean ini. Hal ini diperkuat dengan adanya sebuah air terjun yang dibendung sedemikian rupa sehingga terlihat seperti sebuah kolam pemandian. Di sekitar air terjun tersebut juga terlihat bekas-bekas fondasi candi. Air terjun ini disebut juga dengan Air Terjun Putri, karena dipercaya merupakan bekas pemandian putri raja. Namun, belum ada penjelasan arkeologis lebih lanjut mengenai hal ini. 
View Laut Bawean


Batu berbentuk fondasi candi

Air Terjun Putri, berbentuk seperti kolam pemandian

Berikutnya, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Danau Kastoba. Ditengah perjalanan, kami menyempatkan diri untuk mampir ke Makam Sunan Bonang Bawean.  Menurut kabar yang beredar luas, Makam Sunan Bonang dipercaya terletak di Tuban, Jawa Timur. Namun, masyarakat Bawean percaya bahwa Sunan Bonang meninggal dunia dan dimakamkan di Bawean. Memang terdapat banyak versi mengenai letak makam Sunan Bonang, ada yang bilang di Bawean, Tuban, dan Rembang. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Danau Kastoba.
Makam Sunan Bonang Bawean

Untuk mencapai Danau Kastoba, kita harus trekking mendaki bukit melewati hutan sekitar 30 menit. Danau Kastoba memang terletak diatas sebuah bukit, dan danau ini dipercaya memiliki kedalaman hingga puluhan meter. Mungkin bekas danau vulkanik dari letusan sebuah gunung. Bahkan menurut Tour Guide kami, banyak masyarakat yang percaya jika danau ini bisa tembus ke lautan lepas. Danau ini cukup luas dan dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat. Airnya terlihat berwarna kehijauan. Setelah turun dari Danau Kastoba, kami melanjutkan perjalanan ke Air Terjun Candi. Dinamakan Candi karena terletak di Desa Candi, tidak sama sekali ada hubungannya dengan bangunan candi. Saat kami datang, air terjun ini tengah ramai dikunjungi oleh anak-anak kecil sekitar desa yang sedang bermain seluncuran. Memang air terjun ini berbentuk seperti sebuah prosotan alam, anak-anak pun dengan riangnya merosot dan berlompatan dari batu-batuan ke kolam air yang ada di bawahnya. Saya juga sempat mencoba meluncur dari atas batu menyusuri aliran air terjun, rasanya seperti kembali menjadi anak kecil !
Air Terjun Candi (foto diambil setelah anak2 bubar)


Pesona Danau Kastoba

Danau Kastoba


Setelah puas bermain air di air terjun itu, kami memutuskan untuk mampir ke Pantai Labuhan. Pantai ini terletak di sebuah muara sungai. Warna pasirnya agak gelap, tapi teksturnya sangat lembut. Berikutnya, kami bertolak ke Menara Santigi. Menara Santigi merupakan sebuah menara bekas mercusuar yang kini sudah tidak digunakan lagi. Menaranya lumayan tinggi, sekitar 30meter. Kondisi menara ini sudah karatan disana-sini dan sudah sangat rentan. Ditambah lagi dengan angin yang saat itu sedang bertiup dengan kencangnya. Sejatinya, menara ini terdiri dari lima tingkat, namun kami hanya diperbolehkan untuk naik hingga ke tingkat kedua, karena memikirkan faktor keselamatan. Sesampainya diatas menara, pemandangan indah terlihat dengan jelas. Terlihat garis pantai Bawean dengan berbagai gradasi warna biru lautan. Jika sedikit bergeser kearah darat, terlihat hijaunya hamparan sawah dan hutan, serta bukit-bukit yang menjulang dari kejauhan. Sangat sebanding dengan adrenalin dan tenaga yang terkuras saat menaiki menara ini.
Pantai Labuhan yang terletak di muara sungai 

View Pantai Bawean dari ketinggian Menara Santigi

Perbukitan Bawean dari ketinggian Menara Santigi

Puas memandangi Bawean dari ketinggian, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Ebel-Ebel. Pantai ini merupakan sebuah pantai nelayan, banyak terdapat kapal nelayan yang merapat. Saat kami datang, terdapat sebuah kapal dari kayu yang sedang dibuat secara bergotong-royong. Setelah badan lelah dan pegal seharian berkeliling Bawean, kami mencari tempat yang cocok untuk melemaskan kembali urat-urat kami yang telah mengendur. Akhirnya kami memilih Pemandian Air Panas Kepuh Legundi sebagai destinasi berikutnya, untuk berendam di sebuah kolam air panas yang sudah terbangun dan tertata dengan rapi. Biaya masuknya sekitar 10 ribu rupiah per motor. Setelah itu, kita bisa berendam air panas sepuasnya ! Dengan ini, program open trip ini pun selesai.
Pantai Ebel-Ebel

Proses pembuatan kapal kayu di Pantai Ebel-Ebel

Kolam Pemandian Air Panas Kepuhlegundi 

Berendam di kolam air panas Kepuhlegundi

Seharusnya di keesokan hari (hari minggu), kami bisa kembali pulang ke Gresik dengan menaiki Kapal Cepat Natuna Ekspress. Namun, kapal mendadak tidak bisa diberangkatkan karena cuaca buruk. Terpaksa kami harus menunggu sinyal aman dari BMKG setempat, hingga waktu yang belum ditentukan. Alhasil, kami harus menambah lama waktu tinggal kami disini. Kami pun memutuskan untuk menghabiskan waktu di penginapan, dan hanya sesekali keluar untuk mencari makan.
Di hari seninnya, mulai muncul angin segar. Satu persatu kapal ferry dan kapal cepat sudah bisa merapat ke dermaga Pelabuhan Bawean. Namun, kemungkinan besar tidak bisa berangkat tepat pada hari itu juga, dan baru bisa diberangkatkan keesokan harinya (hari selasa). Kamipun harus menunggu satu hari lagi. Sambil menunggu, kita sempat foto-foto di dermaga Pelabuhan Bawean. 
Pelabuhan Bawean

Sunset di Pelabuhan Bawean


Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, kapal Natuna Ekspreess yang akan membawa kami pulang ke Pulau Jawa sudah siap sedia. Kapal tersebut penuh sesak dengan orang-orang dan barang-barang. Kapal pun berangkat tepat pukul 09:00, penantian kami pun akhirnya berakhir. Selamat Tinggal, Bawean !!!

Suasana Pelabuhan Bawean sebelum kepulangan
Bawean dari tengah laut