Wisata
ke Bawean
Mungkin banyak orang yang belum tahu,
dimanakah letak Pulau Bawean? Pulau Bawean terletak sebelah utara Pulau Jawa,
sekitar 150km utara Pulau Jawa. Termasuk kedalam wilayah administratif
Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Memiliki luas sekitar 1500km persegi.
Dibagi menjadi dua kecamatan, Sangkapura dan Tambak. Berpenduduk sekitar 32.000
jiwa. Orang Bawean terkenal sebagai perantau. Pulau ini sangat terkenal di
negara Malaysia dan Singapura, karena banyak warga pulau ini yang bekerja di
negara-negara tersebut. Bahkan, beberapa ada yang sudah menetap, tinggal, dan
beranak-pinak di negara-negara tadi. Orang Bawean tidak mau disebut Orang
Madura, padahal bahasa mereka 90% identik. Mereka juga enggan disebut Orang
Jawa, padahal letaknya sangat dekat dengan Pulau Jawa. Mereka memiliki
identitas sendiri, sebagai Orang Bawean. Penduduk Bawean 100% beragama islam
dan sangat taat, maka tak heran kita akan banyak melihat masjid di seluruh
penjuru pulau.
Pulau Bawean memiliki alam yang
sangat indah, alami dan masih jarang tersentuh. Sayangnya, sektor pariwisatanya
belum begitu berkembang. Padahal, objek wisata yang berada di pulau ini bisa
dibilang cukup lengkap untuk seukuran pulau kecil, dari mulai pantai, dasar
laut, danau, air panas, air terjun, fauna khas, hingga wisata budaya, semuanya
ada disini !
Saya pernah mengunjungi pulau ini pada 14 Juli
2017 yang lalu. Dengan mengikuti sebuah Open Trip yang diadakan oleh seorang
warga Gresik. Saya berangkat sendirian dari Malang, setelah sebelumnya berhasil
menaklukkan Gunung Semeru dan sempat menginap sejenak di sebuah hotel di Malang
selama 2 hari. 3 peserta Open Trip lain yang tidak saya kenal sebelumnya
sepakat untuk bertemu di Meeting Point Pelabuhan Gresik pukul 8 pagi. Saya
sendiri adalah warga Jakarta yang masih buta dengan transportasi di Jawa Timur,
terpaksa memberanikan diri untuk “ngebolang” dan nanya sana sini. Dari Hotel,
pagi-pagi buta, sekitar pukul 4, saya sudah berangkat dari hotel di bilangan
stasiun menuju ke Terminal Arjosari. Kemudian menaiki bus eksekutif trayek
Malang – Surabaya dengan harga tiket 25.000 dan jarak tempuh 1,5 jam. Dari
Terminal Bungurasih, saya menaiki bus kota P1 tujuan Terminal Osowilangun
dengan tarif 8000 rupiah dan jarak tempuh sekitar 1 jam. Setelah sampai di
Terminal Wilangon, saya melanjutkan perjalanan dengan menaiki sebuah angkot
berwarna biru telor asin dengan tujuan Pelabuhan Gresik, dengan tarif 8000
rupiah dan jarak tempuh sekitar 40 menit. Angkot menurunkan saya didepan
gerbang pelabuhan, dan tinggal jalan sedikit kedalam pelabuhan.
Saya
tiba di Pelabuhan Gresik pukul 07:40, dan disana telah menunggu anggota Open
Trip yang lain. Sang empunya Open Trip tidak bisa menemani kami, dan nantinya
akan ada seorang tour guide yang akan menemani kami selama berwisata di Bawean.
Sebenarnya kapal berangkat pukul 10:00, namun diminta untuk datang lebih cepat.
Mendekati pukul 10:00, kami pun segera check in menuju ruang tunggu, dan masuk
ke kapal.
|
Suasana di Pelabuhan Gresik |
Sebenarnya
untuk mencapai pulau ini, bisa lewat jalur laut dan udara. Terdapat kapal ferry
maupun kapal cepat yang melayani trayek menuju pulau ini. Untuk jalur laut,
terdapat 3 buah kapal yang melayani, namun tidak beroperasi setiap hari.
Beberapa diantaranya adalah:
1.Kapal
Cepat Ekspress Bahari
Keberangkatan
setiap pukul 09:00 pagi, waktu tempuh 3,5 – 4 jam
Trayek
Gresik – Bawean (Selasa, Kamis, Minggu)
Trayek
Bawean – Gresik (Sabtu, Senin, Rabu)
Harga
tiket :
-
Ekonomi : Rp 132.500
-
Eksekutif : Rp 146.500
-
VIP : Rp 162.500
2.
Kapal Cepat Natuna Ekspress
Berangkat
setiap pukul 09:00, waktu tempuh sekitar 4 – 5 jam
Trayek
Gresik – Bawean (Senin, Rabu, Sabtu)
Trayek
Bawean – Gresik (Selasa, Kamis, Minggu)
Harga
tiket :
-
Ekonomi : Rp 132.500
-
Eksekutif : Rp 146.500
-
VIP : Rp 162.500
3.
Kapal Ferry Gili Iyang
Waktu
tempuh sekitar 8-10 jam
Gresik
– Bawean: Jumat pukul 21:00
Bawean
– Gresik : Jumat pukul 09:00
Paciran
– Bawean: Rabu dan Minggu pukul 21:00
Bawean
– Paciran : Sabtu dan Senin pukul 21:00
Harga
tiket :
-
Dewasa : Rp 76.000
-
Anak-anak : Rp 59.000
Untuk
jalur udara, hanya terdapat satu maskapai yang melayani penerbangan ke pulau
ini dari Bandar Udara Juanda di Surabaya menuju Bandar Udara Harun Thohir di
Tambak, Bawean dan juga tidak beroperasi setiap hari, hanya beroperasi tiga
kali seminggu. Penerbangannya pun hanya menempuh waktu 45 menit.
Jadwal
penerbangan :
-
Selasa :
Surabaya
– Bawean (09:25 – 10:10)
Bawean
– Surabaya (10:55 – 11:40)
-
Rabu
:
Surabaya
– Bawean (09:55 – 10:40)
Bawean
– Surabaya (11:25 – 12:10)
-
Kamis :
Surabaya
– Bawean (09:25 – 10:10)
Bawean
– Surabaya (10:55 – 11:40)
Harga
tiket :
-
Surabaya-Bawean : Rp 339.200
-
Bawean-Surabaya : Rp 264.200
Saya sendiri waktu berangkat menaiki
kapal cepat Ekspress Bahari dari Pelabuhan Gresik, berangkat dari Gresik pukul
10:00 dan tiba di Bawean pukul 13:30 (3,5 jam perjalanan laut). Setibanya di
Dermaga Pelabuhan Bawean, kami langsung disambut oleh Tour Guide, yang juga
telah menyediakan sepeda motor sewaan untuk kami pakai berkeliling pulau.
Setelah itu, kami check-in sejenak di hotel yang letaknya sangat dekat dengan
dermaga untuk makan dan menaruh barang. Hotel ini termasuk biasa saja, hanya
kamar dengan kipas angin, serta sebuah TV dan kamar mandi yang digunakan
bersama, tarifnya pun cukup murah, hanya 85 ribu untuk semalam menginap.
|
Selamat Datang di Pulau Bawean |
Setelah selesai, kami lansung
bergegas menuju ke Penangkaran Rusa Bawean (Axiis
kuhlii). Letaknya sekitar 15 menit bermotor dari penginapan kami. Jalanan
di Bawean tidak beraspal, namun bentuknya kon-blok dan sempit, hanya cukup
dilewati oleh satu mobil atau dua motor. Penangkaran rusa bawean ini dikelola
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Kabupaten
Gresik. Terdapat beberapa rusa, sekitar 30 ekor yang ditangkarkan didalam
sebuah kandang yang cukup besar. Kamipun sempat memberi makan rusa dengan
rumput segar. Rusa Bawean (Axis kuhlii) merupakan hewan endemik yang berasal
dari Pulau Bawean. Pulau Bawean sendiri letaknya di Kabupaten Gresik, Provinsi
Jawa Timur. Jenis rusa ini merupakan rusa yang populasinya semakin langka dan
terancam kepunahan. Rusa Bawean memiliki tubuh yang relatif lebih kecil
dibandingkan rusa jenis lainnya.
Rusa
Bawean mempunyai tinggi tubuh antara
60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa ini mempunyai bobot antara
15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan. Selain itu, ciri
lain dari rusa ini adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat
dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Rusa ini mempunyai kecepatan
berlari yang sangat cepat dan cerdik. Pada akhir 2008, peneliti LIPI
menyebutkan jumlah populasi Rusa Bawean yang berkisar 400-600 ekor. IUCN mengatakan hewan endemik yang mulai
langka ini diperkirakan berjumlah sekitar 250-300 ekor yang tersisa di habitat
asli. Semakin langka dan berkurangnya populasi Rusa Bawean dikarenakan
berkurangnya habitat Rusa Bawean yang semula hutan alami berubah menjadi hutan
jati yang memiliki sedikit semak-semak. Ini berakibat pada berkurangnya sumber
makanan. Oleh karena itu rusa ini dikategorikan oleh IUCN Red List sebagai
hewan yang kritis atau CR (Critiscally Endangered) dan CITES juga
mengkategorikan hewan ini pada kategori Appendix I. Penurunan jumlah populasi
ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka
Margasatwa Pulau Bawean seluas 3.831,6 ha sejak tahun 1979. Selain itu untuk
menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran
Rusa Bawean.
|
Axiis kuhlii |
|
Sekumpulan Rusa Bawean |
Setelah puas bercengkrama dan
memberi makan rusa, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai
Tanjung Ge’eng. Untuk mencapai pantai ini, kita harus melanjutkan perjalanan
dengan trekking menyusuri pantai dan semak belukar sekitar 20 menit, karena
motor tidak bisa masuk kedalam. Dalam perjalanan, kami melewati Pantai
Sumur-sumur. Dinamakan pantai sumur-sumur, karena di dekat pantai ini terdapat
beberapa buah sumur dan air tawar yang mengalir, yang kerap dimanfaatkan oleh
warga sekitar. Setelah sampai di Pantai Tanjung Ge’eng, kami melihat sebuah
batu karang besar berwarna hitam yang tajam. Pantai ini terletak di Timur Laut
Pulau Bawean. Memang, pantai ini merupakan sebuah pantai berbatu, yang
pemandangannya tak kalah dengan Nusa Penida di Bali. Bebatuan karang yang
menghampar, dengan beberapa lubang yang memungkinkan kita untuk melihat laut
yang ada dibawahnya. Saat sunset, matahari akan terlihat jelas tertelan lautan.
Namun kami memutuskan untuk tidak hunting sunset ditempat ini, karena jika hari
sudah gelap, trek yang dilalui saat pulang akan semakin sulit.
|
Pantai Sumur-sumur |
|
Pantai Tanjung Ge'eng |
Dari
Pantai Tanjung Ge’eng, kami menyempatkan diri untuk mampir ke Pantai Makam
Panjang. Dinamakan pantai makam panjang karena, didekat pantai ini terdapat
sebuah makam yang berukuran sangat panjang, sekitar 3 meter. Kami memutuskan
untuk hunting sunset di pantai ini, dan hasilnya lumayan bagus. Setelah itu,
kami pun kembali ke penginapan untuk beristirahat.
|
Sunset di Pantai Makam Panjang |
Hari
kedua di Bawean, kami bangun pukul 8 dan melanjutkan petualangan kami di
Bawean. Hari ini kami akan pergi ke Pulau Gili Noko dan Noko Gili untuk menikmati
indahnya pantai pasir putih perawan dan snorkelling. Kami pun menuju ke dermaga
kecil tempat penyeberangan ke Pulau Gili, dan menyeberang dengan menyarter
sebuah kapal nelayan. Dari Pulau Bawenan ke Pulau Gili memakan waktu sekitar 30
menit. Tiba di Pulau Gili, terdapat sebuah jembatan apung di dermaga, yang
menjadi ikon dari pulau ini. Di Pulu Gili ini kami mempersiapkan peralatan
untuk snorkelling. Setelah semuanya siap, kami pun berangkat ke spot
snorkelling yang terletak tidak jauh Pulau Gili. Terumbu karangnya sangat indah
dan masih sangat alami. Namun terumbu karangnya didominasi oleh koral yang
keras, tidak ada koral lunak atau anemone yang menjadi habitat Ikan Nemo di
perairan ini. Meskipun begitu tetap indah dan mempesona. Sayangnya diantara
kami tidak ada yang membawa action cam, sehingga tidak sempat mengabadikan
keindahan terumbu karangnya.
|
Pulau Gili Noko |
|
Jembatan Apung Gili Noko |
Setelah
bersnorkelling ria, kami melanjutkan perjalanan ke Gili Noko. Noko artinya
pulau pasir. Gili Noko berarti sebuah pulau pasir yang berada di dekat Pulau
Gili. Gili Noko merupakan spot yang wajib dikunjungi jika kita berwisata ke
Bawean. Pasir putih pantainya sangat lembut, gradasi air yang laut yang sangat
indah semakin menambah pesona pulau ini. Ditambah lagi saat kami datang, hanya
ada kami sebagai pengunjung. Serasa punya private island !!! Jika dilihat dari
atas, pulau ini terlihat berbentuk lonjong memanjang, dan akan lebih terlihat
saat air laut sedang surut.
|
Lautan biru |
|
Private Island (Noko Gili) |
Puas
bermain air laut, kami pun memutuskan untuk kembali ke Pulau Bawean untuk
membilas tubuh kami. Kami akhirnya pergi air terjun untuk mencari yang
seger-seger, hehe. Air Terjun Laccar menjadi destinasi kami yang berikutnya.
Air terjun ini juga harus ditempuh dengan trekking selama sekitar 15 menit. Air
terjun Laccar merupakan air terjun tertinggi di Pulau Bawean, dengan tinggi
mencapai 30 meter. Debit airnya tergantung dengan musim, jika sedang musim
hujan maka debit airnya akan semakin deras, jika sedang musim kemarau maka
debit airnya akan semakin sedikit. Kami pun bermain-main di air terjun tersebut
sembari membilas tubuh kami dari asinnya air laut.
|
Air Terjun Laccar |
Dari
Air Terjun Laccar, kami melanjutkan perjalanan menuju Hutan Mangrove. Konon
katanya, hutan mangrove ini sedang booming di kalangan anak-anak muda dan warga
Bawean. Banyak yang sengaja datang kesini dengan membawa makanan kecil untuk
berpiknik. Hutan mangrove ini merupakan satu-satunya objek wisata di Bawean
yang dikenakan tiket masuk (itupun Cuma 3000 rupiah), sedangkan yang lain
gratis tis tis. Sekilas, hutan mangrove ini terlihat seperti yang ada di Pantai
Indah Kapuk (PIK) Jakarta, yang sudah terkelola dan tertata dengan baik. Banyak
juga dekorasi-dekorasi berupa papan-papan tulisan yang unik. Hutan mangrove ini
juga menyediakan bibit mangrove bagi siapapun yang ingin mengadopsi pohon
mangrove.
|
Wisata Hutan Mangrove yang sudah tertata rapi |
Berikutnya
kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Selayar. Pantai ini terletak di sebelah
tenggara pulau Bawean. Dinamakan Pantai
Selayar karena letaknya berada persis di seberang Pulau Selayar (bukan pulau
Selayar yang di Sulawesi Selatan ya, hehe). Kita bis menyeberang dari Pantai
Selayar menuju ke Pulau Selayar dengan berjalan kaki saat air laut sedang
surut. Kebetulan saat itu hari sudah sore, air laut pun surut dan kami bisa
mencoba menyebrang. Terlihat juga warga yang tengah mengumpulkan kerang laut saat
air surut. Setelah itu, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat. Malam
harinya, kami memutuskan untuk mencari makan di Alun-Alun Bawean. Memang
alun-alun tersebut tidak seramai di Pulau Jawa, namun saat kami datang sedang
ada rombongan arak-arakan pengantin.
|
Pantai Selayar, dan Pulau Selayar diseberangnya |
Hari
ketiga di Bawean, kami mencoba mengeksplor sisi lain dari Pulau Bawean. Jika
kemarin hanya mengeksplor sisi sebelah selatan Pulau Bawean (Kecamatan
Sangkapura), kali ini kita akan mengeksplor sisi sebelah utara Pulau Bawean.
Pertama-tama, kami menuju ke Pantai Ria. Pantai ini merupakan pantai nelayan
tempat kapal nelayan bersandar. Ombaknya tenang karena terletak di teluk, namun
didominasi oleh batuaan halus. Pantai ini sudah bisa terlihat dari atas bukit
dekat jalan raya.
|
View Pantai Ria dari kejauhan |
|
Pantai Ria dengan kapal nelayan dan lautnya yang jernih |
Selepas
itu, kami sempat mengunjungi sebuah tanah lapang yang berhadapan langsung
dengan laut, tempat biasanya MUI melaksanakan pemantauan hilal. Dari tempat itu
terlihat view pantai dan kapal-kapal yang berlalu-lalang di perairan Bawean.
Didekat tempat itu, terdapat sederet fondasi yang terlihat seperti bekas fondasi
candi. Tour Guide kami percaya bahwa fondasi ini memang benar-benar bekas
sebuah candi, dan dahulu pernah terdapat kerajaan di Pulau Bawean ini. Hal ini
diperkuat dengan adanya sebuah air terjun yang dibendung sedemikian rupa
sehingga terlihat seperti sebuah kolam pemandian. Di sekitar air terjun tersebut
juga terlihat bekas-bekas fondasi candi. Air terjun ini disebut juga dengan Air
Terjun Putri, karena dipercaya merupakan bekas pemandian putri raja. Namun, belum ada penjelasan arkeologis lebih lanjut mengenai hal ini.
|
View Laut Bawean |
|
Batu berbentuk fondasi candi |
|
Air Terjun Putri, berbentuk seperti kolam pemandian |
Berikutnya,
kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Danau Kastoba. Ditengah
perjalanan, kami menyempatkan diri untuk mampir ke Makam Sunan Bonang Bawean. Menurut kabar yang beredar luas, Makam Sunan
Bonang dipercaya terletak di Tuban, Jawa Timur. Namun, masyarakat Bawean
percaya bahwa Sunan Bonang meninggal dunia dan dimakamkan di Bawean. Memang
terdapat banyak versi mengenai letak makam Sunan Bonang, ada yang bilang di
Bawean, Tuban, dan Rembang. Kami pun melanjutkan perjalanan ke Danau Kastoba.
|
Makam Sunan Bonang Bawean |
Untuk
mencapai Danau Kastoba, kita harus trekking mendaki bukit melewati hutan
sekitar 30 menit. Danau Kastoba memang terletak diatas sebuah bukit, dan danau
ini dipercaya memiliki kedalaman hingga puluhan meter. Mungkin bekas danau
vulkanik dari letusan sebuah gunung. Bahkan menurut Tour Guide kami, banyak
masyarakat yang percaya jika danau ini bisa tembus ke lautan lepas. Danau ini
cukup luas dan dikelilingi oleh hutan yang cukup lebat. Airnya terlihat
berwarna kehijauan. Setelah turun dari Danau Kastoba, kami melanjutkan
perjalanan ke Air Terjun Candi. Dinamakan Candi karena terletak di Desa Candi,
tidak sama sekali ada hubungannya dengan bangunan candi. Saat kami datang, air
terjun ini tengah ramai dikunjungi oleh anak-anak kecil sekitar desa yang
sedang bermain seluncuran. Memang air terjun ini berbentuk seperti sebuah
prosotan alam, anak-anak pun dengan riangnya merosot dan berlompatan dari
batu-batuan ke kolam air yang ada di bawahnya. Saya juga sempat mencoba
meluncur dari atas batu menyusuri aliran air terjun, rasanya seperti kembali
menjadi anak kecil !
|
Air Terjun Candi (foto diambil setelah anak2 bubar) |
|
Pesona Danau Kastoba |
|
Danau Kastoba |
Setelah
puas bermain air di air terjun itu, kami memutuskan untuk mampir ke Pantai
Labuhan. Pantai ini terletak di sebuah muara sungai. Warna pasirnya agak gelap,
tapi teksturnya sangat lembut. Berikutnya, kami bertolak ke Menara Santigi.
Menara Santigi merupakan sebuah menara bekas mercusuar yang kini sudah tidak
digunakan lagi. Menaranya lumayan tinggi, sekitar 30meter. Kondisi menara ini sudah
karatan disana-sini dan sudah sangat rentan. Ditambah lagi dengan angin yang
saat itu sedang bertiup dengan kencangnya. Sejatinya, menara ini terdiri dari
lima tingkat, namun kami hanya diperbolehkan untuk naik hingga ke tingkat
kedua, karena memikirkan faktor keselamatan. Sesampainya diatas menara,
pemandangan indah terlihat dengan jelas. Terlihat garis pantai Bawean dengan
berbagai gradasi warna biru lautan. Jika sedikit bergeser kearah darat,
terlihat hijaunya hamparan sawah dan hutan, serta bukit-bukit yang menjulang
dari kejauhan. Sangat sebanding dengan adrenalin dan tenaga yang terkuras saat
menaiki menara ini.
|
Pantai Labuhan yang terletak di muara sungai |
|
View Pantai Bawean dari ketinggian Menara Santigi |
|
Perbukitan Bawean dari ketinggian Menara Santigi |
Puas
memandangi Bawean dari ketinggian, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai
Ebel-Ebel. Pantai ini merupakan sebuah pantai nelayan, banyak terdapat kapal
nelayan yang merapat. Saat kami datang, terdapat sebuah kapal dari kayu yang
sedang dibuat secara bergotong-royong. Setelah badan lelah dan pegal seharian
berkeliling Bawean, kami mencari tempat yang cocok untuk melemaskan kembali
urat-urat kami yang telah mengendur. Akhirnya kami memilih Pemandian Air Panas
Kepuh Legundi sebagai destinasi berikutnya, untuk berendam di sebuah kolam air
panas yang sudah terbangun dan tertata dengan rapi. Biaya masuknya sekitar 10
ribu rupiah per motor. Setelah itu, kita bisa berendam air panas sepuasnya !
Dengan ini, program open trip ini pun selesai.
|
Pantai Ebel-Ebel |
|
Proses pembuatan kapal kayu di Pantai Ebel-Ebel |
|
Kolam Pemandian Air Panas Kepuhlegundi |
|
Berendam di kolam air panas Kepuhlegundi |
Seharusnya
di keesokan hari (hari minggu), kami bisa kembali pulang ke Gresik dengan
menaiki Kapal Cepat Natuna Ekspress. Namun, kapal mendadak tidak bisa diberangkatkan
karena cuaca buruk. Terpaksa kami harus menunggu sinyal aman dari BMKG setempat,
hingga waktu yang belum ditentukan. Alhasil, kami harus menambah lama waktu
tinggal kami disini. Kami pun memutuskan untuk menghabiskan waktu di
penginapan, dan hanya sesekali keluar untuk mencari makan.
Di
hari seninnya, mulai muncul angin segar. Satu persatu kapal ferry dan kapal
cepat sudah bisa merapat ke dermaga Pelabuhan Bawean. Namun, kemungkinan besar
tidak bisa berangkat tepat pada hari itu juga, dan baru bisa diberangkatkan
keesokan harinya (hari selasa). Kamipun harus menunggu satu hari lagi. Sambil menunggu, kita sempat foto-foto di dermaga Pelabuhan Bawean.
|
Pelabuhan Bawean |
|
Sunset di Pelabuhan Bawean |
Akhirnya
hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, kapal Natuna Ekspreess yang akan membawa
kami pulang ke Pulau Jawa sudah siap sedia. Kapal tersebut penuh sesak dengan
orang-orang dan barang-barang. Kapal pun berangkat tepat pukul 09:00, penantian
kami pun akhirnya berakhir. Selamat Tinggal, Bawean !!!
|
Suasana Pelabuhan Bawean sebelum kepulangan |
|
Bawean dari tengah laut |